Jakarta, Garudatimes.com – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa “deep learning” atau pembelajaran mendalam merupakan sebuah pendekatan dalam metode belajar, bukan kurikulum baru dalam pendidikan Indonesia.
“‘Deep learning’ itu bukan kurikulum, melainkan pendekatan dalam belajar,” kata Mu’ti usai menghadiri acara “Pak Menteri Ngariung,” sebuah forum yang menampung aspirasi dari kalangan sastrawan di kantor Badan Bahasa, Jakarta, Jumat malam.
Pernyataan ini merespons diskusi hangat di media sosial terkait isu “deep learning” yang dianggap sebagai kurikulum pengganti Kurikulum Merdeka. Menanggapi perbincangan tersebut, Mu’ti menegaskan bahwa Kemendikdasmen saat ini masih mengevaluasi kurikulum pendidikan yang berlaku dan belum ada keputusan untuk mengganti Kurikulum Merdeka.
Mu’ti menjelaskan, pendekatan “deep learning” bertujuan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami konsep secara mendalam dan membangun keterampilan berpikir kritis. Sementara itu, untuk materi kurikulum dan bobot pembelajaran masih terus dikaji, termasuk terkait sastra Indonesia yang diharapkan masuk dalam kurikulum pendidikan dasar.
Ia menyebutkan, masukan dari para sastrawan mengenai pentingnya pembelajaran sastra akan menjadi bahan evaluasi dalam pengembangan kurikulum. Kemendikdasmen akan meninjau ulang materi, urutan, dan beban pelajaran agar lebih proporsional bagi siswa dan guru.
“Kami akan mengkaji materi-materi pembelajaran dengan cermat, mempertimbangkan urutan, bobot, dan aspek lainnya agar pembelajaran tidak membebani siswa maupun guru,” jelas Mu’ti.
Sebelumnya, Mu’ti juga telah menyampaikan rencana peninjauan kebijakan pendidikan lainnya, termasuk Kurikulum Merdeka Belajar, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis zonasi, hingga kebijakan peniadaan Ujian Nasional (UN). Menurutnya, kebijakan-kebijakan tersebut akan ditelaah secara mendalam dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak.
“Kami akan mempertimbangkan secara hati-hati, terutama mendengarkan aspirasi dari pemerintah daerah dan masyarakat yang berkepentingan dalam pendidikan,” ujar Mu’ti di kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat, Senin (4/11).