Roma, Garudatimes.com – Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) serta Program Pangan Dunia (WFP), dua badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), mengeluarkan peringatan serius tentang potensi memburuknya kerawanan pangan akut di 22 negara dalam beberapa bulan mendatang. Dalam laporan “Area Rawan Kelaparan: Peringatan Dini FAO-WFP tentang Kerawanan Pangan Akut” yang dirilis Kamis (31/10), terungkap bahwa kondisi kritis ini diprediksi akan berlangsung pada periode November 2024 hingga Maret 2025.
FAO dan WFP menyoroti lima negara sebagai wilayah dengan “keprihatinan tertinggi” yang membutuhkan perhatian mendesak, yakni Sudan, Palestina, Sudan Selatan, Haiti, dan Mali. Selain itu, tujuh negara lainnya, termasuk Chad, Lebanon, Myanmar, Mozambik, Nigeria, Suriah, dan Yaman, juga berada dalam status “keprihatinan sangat tinggi.” Wilayah-wilayah lain dalam daftar tersebut mencakup Kenya, Lesotho, Namibia, Niger, Burkina Faso, Ethiopia, dan Zimbabwe, yang juga menunjukkan tanda-tanda kerawanan pangan serius.
Laporan tersebut mengidentifikasi tiga faktor utama yang mendorong situasi ini: konflik bersenjata, perubahan iklim, dan ketidakstabilan ekonomi. Kombinasi dari faktor-faktor ini menciptakan kondisi yang mengancam kehidupan jutaan orang. “Konflik yang berkepanjangan terus menjadi penyebab utama kelaparan di banyak wilayah rawan, menghancurkan sistem pangan, mengusir masyarakat dari tempat tinggal mereka, serta menghambat akses bantuan kemanusiaan,” ujar pernyataan bersama kedua badan PBB tersebut.
Direktur Jenderal FAO, Qu Dongyu, menekankan pentingnya “gencatan senjata kemanusiaan serta akses yang lebih luas untuk menyediakan makanan bernutrisi tinggi” bagi masyarakat di wilayah-wilayah yang paling terdampak. “Kestabilan sangat penting untuk memungkinkan petani menanam, memanen, dan mempertahankan mata pencaharian mereka,” tegasnya. Qu juga menyampaikan bahwa akses terhadap pangan bergizi adalah hak dasar manusia yang harus dipenuhi.
Laporan ini juga menunjukkan adanya peningkatan kekerasan di beberapa wilayah, khususnya di Timur Tengah. Situasi perang yang meluas dari Gaza hingga Lebanon telah membuat jutaan orang hidup di ambang kelaparan.
Faktor perubahan iklim juga dianggap memperburuk situasi, dengan fenomena La Nina yang diperkirakan akan memperparah peristiwa cuaca ekstrem dan mengganggu sistem pangan yang rapuh di banyak negara. Sementara itu, krisis ekonomi dan tingginya utang publik di negara-negara berkembang semakin memperlemah kemampuan pemerintah untuk melindungi warga mereka dari dampak perubahan iklim dan kemiskinan yang meningkat.
FAO dan WFP menekankan bahwa langkah-langkah pencegahan yang cepat dan efektif sangat penting untuk mencegah krisis yang lebih parah. Direktur Eksekutif WFP, Cindy McCain, menyerukan tindakan segera dari pemimpin dunia untuk mengatasi masalah ini. “Sudah saatnya para pemimpin dunia melangkah maju, memberikan solusi diplomatik untuk konflik, mendukung akses bagi para pekerja kemanusiaan, serta menggalang sumber daya dan kemitraan yang diperlukan guna mencegah bencana kelaparan global,” ujarnya.
Laporan ini menjadi pengingat bahwa ancaman kelaparan bukan hanya persoalan pangan semata, tetapi juga isu kemanusiaan yang membutuhkan kerja sama global.