Jakarta, Garudatimes.com – Pemerintah Indonesia mengklaim bahwa keputusan menghentikan impor beras pada tahun ini telah berkontribusi pada penurunan harga beras di pasar global. Hal ini diungkapkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, saat Rapat Koordinasi Bidang Pangan di Banten pada Sabtu (11/1/2025).
Arief menjelaskan bahwa harga beras dunia yang sebelumnya mencapai 640 dolar AS per metrik ton kini turun menjadi sekitar 400 dolar AS per metrik ton. “Kebijakan kita ternyata turut memengaruhi harga beras dunia. Beras dari beberapa negara turun dari 640 dolar AS, ke 590 dolar AS, hingga 490 dolar AS. Saat ini sudah mendekati 400-an dolar AS. Ini pencapaian luar biasa dari kebijakan kita,” ungkap Arief.
Tren Penurunan Harga Beras
Berdasarkan data Bapanas, harga rata-rata beras putih 5 persen (Free on Board) dari Thailand, Vietnam, Pakistan, dan Myanmar pada Januari 2024 berada di kisaran 622 hingga 655 dolar AS per metrik ton. Namun, setelah Indonesia mengumumkan penghentian impor beras pada Desember 2024, harga mulai turun ke kisaran 455 hingga 514 dolar AS per metrik ton. Hingga 8 Januari 2025, harga terus menurun menjadi 430 hingga 490 dolar AS per metrik ton.
Menurut data The FAO All Rice Price Index (FARPI), indeks harga beras global pada Desember 2024 turun 1,2 persen dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 119,2 poin. Meski demikian, secara tahunan, indeks ini masih lebih tinggi 0,8 persen dibandingkan tahun 2023.
“Harga beras dunia turun, dan di sisi lain, kami menyesuaikan harga untuk petani lokal agar lebih menguntungkan, terutama menjelang panen raya tahun ini. Terima kasih kepada petani Indonesia atas dukungannya,” tambah Arief.
Target Produksi Beras Nasional
Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), menargetkan produksi beras nasional mencapai 32 juta ton pada 2025. Dengan kebutuhan domestik sebesar 31 juta ton, Indonesia diyakini mampu menutup impor beras konsumsi sepenuhnya.
Namun, Zulhas menyatakan bahwa impor beras jenis basmati tetap akan dilakukan dalam jumlah kecil untuk memenuhi kebutuhan khusus, seperti di restoran Jepang dan hidangan nasi biryani. “Jika impor beras basmati dihentikan, kita bisa menghadapi sanksi dari negara produsen seperti India dan Pakistan,” jelasnya.
Hemat Devisa Hingga Puluhan Triliun
Penghentian impor beras, gula, garam, dan jagung diproyeksikan mampu menghemat devisa negara hingga 5,2 miliar dolar AS atau setara Rp 84,1 triliun. Menteri Perdagangan, Budi Santoso, menyatakan bahwa penghematan ini dapat dialokasikan untuk kebutuhan lain seperti penyediaan pupuk bagi sektor pertanian.
“Selama periode 2020–2024, impor empat komoditas ini mencapai nilai yang signifikan. Namun, tren impor gula dan garam menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir,” kata Budi dalam Rapat Koordinasi Bidang Pangan di Surabaya, Jawa Timur.
Swasembada dan Ekspor Komoditas
Sebagai bagian dari upaya swasembada pangan 2027, sejumlah komoditas pangan nasional telah berhasil diekspor, seperti minyak kelapa sawit (CPO), ikan olahan, gula, bawang merah, dan kedelai. Di Jawa Timur, CPO menjadi komoditas ekspor terbesar di sektor pangan, disusul oleh jagung dan daging ayam.
Untuk mendukung pengelolaan pasokan kebutuhan pokok, Kementerian Perdagangan telah menyiapkan gudang-gudang Sistem Resi Gudang (SRG). Di Jawa Timur, terdapat enam gudang aktif, 17 flat, dan satu silo SRG yang memiliki kapasitas total hingga 25.900 ton. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat ketersediaan dan distribusi komoditas pangan nasional.