Tanggerang, Garudatimes.com – Sebuah pagar misterius sepanjang 30 kilometer yang membentang di perairan Tangerang, Banten, telah menjadi sorotan. Keberadaan pagar ini diduga tanpa izin resmi dari otoritas terkait, sehingga memicu keresahan masyarakat, khususnya nelayan yang bergantung pada kawasan tersebut untuk mencari nafkah.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Ahmad Yohan, dengan tegas meminta pemerintah segera bertindak untuk membongkar pagar yang dianggap merugikan warga.
“Pemerintah harus menunjukkan ketegasan. Pagar ini tidak hanya mengganggu, tetapi juga merampas hak masyarakat. Nelayan tidak bisa melaut, dan ini jelas sangat merugikan,” ujar Yohan dalam pernyataannya pada Rabu (8/1/2025).
Dugaan Keterkaitan dengan PSN PIK 2
Yohan menduga pagar ini berkaitan dengan pengembangan kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, yang dikelola oleh Agung Sedayu Group. Ia menegaskan bahwa negara tidak boleh tunduk pada kepentingan segelintir pihak.
“Jika pagar ini benar dibangun oleh pihak pengembang PSN PIK 2, maka negara harus bertindak. Kita tidak boleh kalah oleh kepentingan segelintir orang atau perusahaan,” tegas Yohan.
Politisi PAN ini juga berencana mendorong evaluasi terhadap pembangunan PSN PIK 2 dalam rapat bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
“Kami mendukung Kementerian ATR/BPN untuk mengkaji ulang proyek ini. Bahkan, Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad telah membuka peluang untuk meninjau kembali pembangunan tersebut,” tambah Yohan.
Investigasi Mendalam oleh Otoritas
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, menyebutkan bahwa laporan awal warga menyebut pagar ini awalnya sepanjang 7 kilometer. Namun, hasil inspeksi terbaru menunjukkan panjangnya kini mencapai lebih dari 30 kilometer.
“Tim kami bersama sejumlah pihak, termasuk TNI AL, Polairud, dan Satpol PP, melakukan inspeksi gabungan. Kami memastikan bahwa pemagaran ini tidak memiliki izin dari camat atau kepala desa,” kata Eli dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Selasa (7/1/2025).
Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP, Suharyanto, menegaskan bahwa pihaknya juga tidak menerima proposal izin terkait pembangunan pagar atau reklamasi di kawasan tersebut.
“Kami tidak tahu siapa yang membangun pagar ini, karena tidak ada permohonan resmi atau proposal yang diajukan ke KKP,” ungkap Suharyanto.
Desakan Pembongkaran dan Perlindungan Nelayan
Keberadaan pagar ini dianggap tidak hanya menghambat aktivitas nelayan, tetapi juga menimbulkan potensi konflik dengan masyarakat setempat. DPR bersama otoritas terkait menekankan pentingnya pembongkaran pagar tersebut untuk mengembalikan hak masyarakat dan menjaga keberlanjutan ekosistem laut di wilayah itu.
“Pembangunan harus membawa manfaat, bukan malah merugikan masyarakat kecil. Negara hadir untuk melindungi rakyatnya,” tutup Yohan.