Jakarta, Garudatimes.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia telah mengirimkan surat resmi kepada institusi TNI dan Polri terkait implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 136/PUU-XXII/2024. Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyampaikan langkah ini diambil untuk menegaskan pentingnya netralitas dalam pelaksanaan pemilu.
“Kami sudah menyampaikan surat kepada TNI dan Polri,” ujar Bagja di sela-sela kegiatan Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jakarta, Minggu (17/11).
Putusan MK tersebut mengatur penegakan sanksi pidana terhadap pejabat daerah maupun anggota TNI/Polri yang terbukti tidak netral dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada). Sanksi yang diberikan meliputi hukuman penjara atau denda bagi pihak yang membuat keputusan atau tindakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon.
Perubahan Pasal dalam UU Pilkada
Keputusan ini menjadi tindak lanjut dari revisi terhadap Pasal 188 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Sebelumnya, pasal ini hanya mengatur sanksi pidana bagi pejabat negara, aparatur sipil negara (ASN), dan kepala desa yang melanggar ketentuan netralitas dalam pemilu.
Namun, dengan adanya Putusan MK Nomor 136/PUU-XXII/2024, frasa baru yang mencakup “pejabat daerah” dan “anggota TNI/Polri” resmi ditambahkan. Adapun bunyi lengkap Pasal 188 setelah revisi adalah:
“Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”
Pengawasan Netralitas
Putusan ini diharapkan mampu memperkuat pengawasan netralitas bagi seluruh pihak yang memiliki kewenangan strategis dalam penyelenggaraan pilkada. Bawaslu menegaskan pentingnya komitmen semua pihak, termasuk institusi militer dan kepolisian, untuk menjaga integritas demokrasi.
“Netralitas menjadi prinsip yang harus ditegakkan. Kami akan terus memantau dan memastikan seluruh pihak menjalankan amanat undang-undang,” tutup Bagja.
Langkah ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak sebagai upaya memperkuat demokrasi yang bersih dan adil di Indonesia.