Jakarta, Garudatimes.com – Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Gandjar Laksmana Bondan, mengecam pernyataan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, terkait penanganan kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan Kaesang Pangarep, anak Presiden Joko Widodo. Menurut Gandjar, keputusan KPK yang menyatakan tidak bisa menetapkan status penerimaan fasilitas jet pribadi oleh Kaesang sebagai gratifikasi adalah keliru dan bahkan menyesatkan.
“Pernyataan tersebut tidak hanya salah, tapi juga bisa membingungkan publik,” ujar Gandjar setelah mengisi materi dalam kegiatan matrikulasi hukum di KPK, Jakarta, Rabu (6/11).
Gandjar menjelaskan bahwa meskipun istilah “gratifikasi” baru diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, larangan menerima gratifikasi sudah ada sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto. Dalam konteks gratifikasi, kata Gandjar, penerima tidak harus langsung pejabat negara, melainkan bisa melalui perantara atau orang dekat pejabat, termasuk anggota keluarga inti.
“Intinya, pejabat tidak hanya dilarang menerima gratifikasi secara langsung, tetapi juga lewat orang lain, bahkan keluarga dekat mereka,” jelas Gandjar.
Lebih lanjut, Gandjar menegaskan bahwa dalam kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan Kaesang, pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban adalah ayahnya, Presiden Joko Widodo, yang pada saat itu menjabat sebagai pejabat negara. Gandjar mengingatkan bahwa dalam yurisprudensi terkait suap, baik pemberi maupun penerima suap dapat dimintai pertanggungjawaban, bahkan jika yang menerima adalah keluarga pejabat.
“Seharusnya yang dimintai pertanggungjawaban adalah Presiden Jokowi, bukan Kaesang,” ungkapnya. “Kami sudah punya aturan yang jelas mengenai siapa yang bertanggung jawab dalam kasus gratifikasi yang melibatkan keluarga pejabat.”
Gandjar juga mengkritik alasan KPK yang menyatakan tidak bisa melanjutkan penyelidikan dengan alasan Kaesang bukan penyelenggara negara dan sudah pisah kartu keluarga dengan Presiden Jokowi. Ia menilai argumen ini menyesatkan dan tidak relevan dengan hukum yang ada.
“Pisah kartu keluarga bukan alasan yang sah dalam hukum. Kaitan keluarga inti adalah aspek yang sangat penting dalam konteks gratifikasi,” tegas Gandjar.
Sebelumnya, pernyataan KPK yang tidak melanjutkan penyelidikan terkait penerimaan fasilitas jet pribadi oleh Kaesang mendapat kritik tajam. Keputusan itu juga menuai polemik karena tidak ada klarifikasi terhadap pelapor, yaitu Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubaidilah Badrun dan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.