Jakarta, Garudatimes.com – Judi online kini menjadi tantangan serius bagi Indonesia selain korupsi. Aktivitas ini tak hanya merusak ekonomi masyarakat, tetapi juga mengancam kesehatan mental, terutama di kalangan anak muda. Presiden Prabowo Subianto, sejak awal masa jabatan, telah memerintahkan pemblokiran situs-situs judi online dengan melibatkan Polri hingga Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi).
Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2023 mencatat bahwa 79,5 persen dari 279,3 juta penduduk Indonesia mengakses internet. Generasi Z mendominasi pengguna internet, dan banyak di antara mereka yang terseret judi online. Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat ada 2,37 juta masyarakat Indonesia terlibat dalam judi online, termasuk lebih dari 500 ribu anak usia sekolah hingga mahasiswa.
Pentingnya Peran Orang Tua
Orang tua harus lebih waspada karena judi online sering dikemas dalam bentuk permainan. Orang tua perlu membatasi waktu anak bermain gadget, misalnya satu hingga dua jam per hari, dan memantau konten yang diakses anak-anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan perlindungan terhadap anak dari kecanduan judi online.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menyoroti pentingnya pengawasan keluarga dalam mencegah anak terjerumus dalam perjudian.
Dampak Judi Online pada Anak
Kemudahan akses membuat judi online cepat populer di kalangan remaja. Efek suara, animasi, dan kesenangan saat memenangkan uang memicu candu, yang berisiko pada kesehatan mental, sosial, dan fisik mereka. Psikolog Shierlen Octavia menyebut kecanduan judi bisa mengakibatkan anak menjadi antisosial, depresi, dan rentan terhadap kenakalan remaja.
Upaya Pencegahan
Langkah utama adalah pengawasan aktif dari orang tua, termasuk pemasangan perangkat lunak pengawas pada gadget anak. Apabila anak menunjukkan tanda-tanda kecanduan, segera konsultasikan dengan profesional.
Peran keluarga sangat penting untuk mencegah dampak buruk judi online, mengarahkan anak pada kegiatan positif, dan membangun kesadaran akan risiko yang mengancam generasi muda.