Jakarta, Garudatimes.com – Media sosial kembali dihebohkan oleh kabar bahwa pegawai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menggunakan asuransi swasta untuk berobat. Informasi ini memicu perdebatan, terutama karena BPJS Kesehatan menjadi penyedia jaminan kesehatan nasional yang wajib diikuti oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Merespons kabar tersebut, Kepala Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah, memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa seluruh karyawan BPJS Kesehatan secara otomatis menjadi peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dengan iuran yang ditanggung oleh kantor sebesar 4 persen dan 1 persen dipotong dari gaji karyawan.
“Seluruh karyawan BPJS Kesehatan difasilitasi untuk menjadi peserta JKN dan menggunakan layanan tersebut ketika membutuhkan perawatan medis,” ujar Rizzky saat dikonfirmasi, Selasa (7/1/2025).
Meski demikian, BPJS Kesehatan tetap memberikan kebebasan bagi pegawainya untuk meningkatkan layanan mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan menambah manfaat asuransi melalui kenaikan kelas layanan BPJS atau membeli asuransi tambahan dari perusahaan swasta. Rizzky menegaskan, biaya untuk asuransi tambahan tersebut sepenuhnya menjadi tanggungan pribadi karyawan.
Ia mengacu pada Pasal 51 Ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024, yang mengatur bahwa peserta JKN dapat memilih peningkatan layanan dengan biaya tambahan yang dibayarkan sendiri atau melalui asuransi swasta.
“Kabar Lama yang Berulang”
Rizzky juga menyebutkan bahwa isu serupa pernah beredar pada tahun 2016 dan telah dijelaskan oleh BPJS Kesehatan. Informasi yang kini viral kembali, menurutnya, bersumber dari unggahan seorang dokter gigi bernama Mirza di media sosial. Dalam unggahan tersebut, Mirza menyoroti pengakuan seseorang yang mengklaim sebagai pegawai BPJS Kesehatan.
Dalam pernyataannya, orang tersebut menyebutkan bahwa penggunaan asuransi swasta didorong oleh alasan kecepatan pelayanan, bukan karena layanan BPJS Kesehatan dianggap buruk.
Namun, drg. Mirza mengkritik fenomena tersebut. Ia mempertanyakan konsistensi kebijakan BPJS Kesehatan, membandingkannya dengan penjual yang tidak mengonsumsi produk dagangannya sendiri.
“Masyarakat diwajibkan membayar iuran untuk mendanai layanan BPJS, tetapi pegawai BPJS justru menggunakan asuransi lain. Ini menimbulkan kesan kontradiktif dan kurang adil,” tulis Mirza.
Ia juga menyinggung kenaikan iuran BPJS yang dinilai memberatkan masyarakat, sementara pegawainya menggunakan fasilitas asuransi tambahan yang pembayarannya tidak transparan bagi publik.
Kebijakan Terbuka untuk Semua Peserta
BPJS Kesehatan menegaskan bahwa pilihan menggunakan asuransi tambahan juga terbuka bagi seluruh peserta JKN, bukan hanya pegawai BPJS. Langkah ini sesuai dengan prinsip fleksibilitas dalam peningkatan layanan kesehatan yang diatur dalam regulasi.
Rizzky kembali mengingatkan bahwa tujuan utama JKN adalah memastikan akses layanan kesehatan yang merata bagi seluruh masyarakat Indonesia. “Kami terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas layanan demi memenuhi kebutuhan peserta,” pungkasnya.
Dengan klarifikasi ini, BPJS Kesehatan berharap masyarakat tidak salah paham terkait penggunaan asuransi tambahan oleh karyawannya. Polemik ini juga menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dan kepercayaan publik terhadap program jaminan kesehatan nasional.