Jakarta, Garudatimes.com – Sejumlah organisasi lingkungan dan kelompok masyarakat sipil mendesak pemerintah Indonesia untuk menetapkan target yang lebih ambisius dalam pengurangan emisi serta mengamankan pendanaan iklim pada Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-29 (COP29) di Azerbaijan, yang akan dimulai pada 11 November 2024.
Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Nadia Hadad, dalam diskusi bertajuk “Lapor Iklim jelang COP29” bersama sejumlah perwakilan masyarakat sipil di Jakarta, Jumat, menekankan pentingnya Indonesia menyerahkan dokumen iklim Second Nationally Determined Contribution (NDC) yang diperbarui.
Nadia berharap dalam dokumen tersebut, pemerintah akan menaikkan target pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sasaran sebelumnya, yaitu 31,89 persen dengan usaha sendiri dan 43,2 persen melalui dukungan internasional pada 2030. Selain itu, ia menyoroti pentingnya agar NDC kedua mencerminkan keberpihakan terhadap masyarakat rentan.
“Sebanyak 64 organisasi telah menyampaikan masukan kepada pemerintah agar masyarakat rentan, termasuk masyarakat adat, perempuan, anak-anak, petani, nelayan, dan penyandang disabilitas, tercantum secara eksplisit dalam NDC kedua,” ujar Nadia.
Menurutnya, definisi jelas terhadap kelompok rentan ini penting untuk memberikan arah pada kebijakan-kebijakan lanjutan.
Direktur Eksekutif Yayasan Pikul, Tory Kuswardono, yang turut hadir dalam diskusi tersebut, menggarisbawahi urgensi isu pendanaan iklim dalam pertemuan di Baku, Azerbaijan. Menurutnya, pendanaan yang dibutuhkan untuk mitigasi iklim global hingga 2030 diperkirakan mencapai 8 triliun dolar AS setiap tahunnya, berdasarkan perhitungan Standing Committee.
“Pendanaan ini tak hanya meliputi upaya mitigasi dan adaptasi iklim, tetapi juga untuk kerugian dan kerusakan (loss and damage) yang berdampak pada sumber daya alam dan keanekaragaman hayati,” kata Tory.
Ia menyoroti perlunya sikap kritis terhadap dana investasi yang justru merusak lingkungan. Berdasarkan laporan UNEP tahun 2003, investasi untuk proyek berbasis alam (Nature-based Solutions) masih jauh lebih kecil dibandingkan dana publik dan swasta yang berisiko terhadap lingkungan.
“Diperlukan reformasi dalam arsitektur pendanaan global untuk memastikan investasi yang berkelanjutan,” tambah Tory.